Tekanan Berlipat pada Industri Tembakau Nasional

Industri tembakau di Indonesia saat ini tengah menghadapi tekanan yang semakin berat dari berbagai arah. Mulai dari kenaikan tarif cukai hasil tembakau, pembatasan iklan, kampanye anti rokok yang masif, hingga potensi regulasi pelarangan rokok elektrik yang mulai dikaji pemerintah. Kondisi ini membuat pelaku industri, petani tembakau, hingga pedagang kecil menghadapi ketidakpastian yang tinggi.

Dalam lima tahun terakhir, pemerintah telah menaikkan tarif cukai rokok secara berturut-turut. Pada 2023, tarif cukai rokok naik rata-rata 10%, dan direncanakan akan kembali naik pada 2024. Kenaikan ini memang bertujuan untuk menekan konsumsi rokok demi alasan kesehatan, namun dampaknya cukup signifikan terhadap penurunan volume produksi industri rokok.

Ancaman Serius terhadap Penerimaan Negara

Kondisi menurunnya produksi industri tembakau ini tentu berdampak langsung terhadap penerimaan negara. Sebagai salah satu kontributor terbesar terhadap penerimaan cukai, industri hasil tembakau menyumbang lebih dari Rp200 triliun setiap tahunnya ke kas negara. Namun, dengan menurunnya daya beli masyarakat dan meningkatnya peredaran rokok ilegal akibat tingginya harga, potensi kebocoran pendapatan negara kian besar.

Data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat bahwa penerimaan cukai hasil tembakau pada kuartal pertama 2024 mengalami penurunan hingga 8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini menjadi sinyal kuat bahwa tekanan terhadap industri bukan hanya menjadi persoalan ekonomi mikro, tetapi juga berdampak makro terhadap fiskal nasional.

Dampak Sosial: Nasib Petani dan Pekerja Terkait

Selain berdampak fiskal, tekanan terhadap industri tembakau juga mengancam jutaan mata pencaharian. Indonesia memiliki lebih dari 500 ribu petani tembakau dan puluhan ribu tenaga kerja di pabrik rokok. Penurunan permintaan akibat regulasi yang ketat dapat memicu pemutusan hubungan kerja secara massal, serta menurunkan kesejahteraan petani.

Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) meminta pemerintah lebih bijak dalam menetapkan kebijakan fiskal terhadap industri tembakau. Mereka mengusulkan agar kenaikan cukai dilakukan secara moderat dan bertahap, agar tidak mengganggu ekosistem industri secara keseluruhan.

Kesimpulan: Perlu Keseimbangan antara Regulasi dan Stabilitas Ekonomi

Pemerintah memang perlu mengendalikan konsumsi rokok demi kesehatan publik. Namun, kebijakan harus disusun dengan cermat. Jika terlalu agresif, regulasi justru bisa memicu masalah ekonomi yang lebih luas.

Keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan ekonomi sangat diperlukan. Dialog antara semua pihak — pemerintah, industri, dan petani — menjadi kunci dalam merumuskan solusi yang adil dan berkelanjutan.