
Kepolisian Republik Indonesia berhasil membongkar kasus grup Facebook bernama Fantasi Sedarah dan Suka Duka, dua komunitas daring yang menyebarkan konten bertema inses dan penyimpangan seksual. Enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka, masing-masing memiliki peran penting dalam mengelola dan menyebarluaskan konten di grup tertutup tersebut.
Kronologi Pengungkapan
Pengungkapan kasus ini berawal dari patroli siber yang dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Tim menemukan grup Facebook dengan ribuan anggota yang membahas dan membagikan konten bertema inses, kekerasan seksual, dan pornografi. Setelah dilakukan penyelidikan mendalam selama beberapa pekan, polisi akhirnya mengidentifikasi enam orang yang diduga berperan sebagai pengelola, moderator, dan penyebar konten tersebut.
Identitas dan Peran Tersangka
-
Tersangka AR (34) – Bertindak sebagai admin utama grup Fantasi Sedarah, ia menjadi pendiri dan pengelola grup sejak awal berdiri. AR juga memoderasi setiap unggahan dan menyaring anggota baru yang dianggap ‘layak’ bergabung.
-
Tersangka B (27) – Merupakan moderator yang aktif mempromosikan grup ke akun-akun media sosial lain, termasuk forum gelap. Ia juga kerap membuat narasi cerita inses fiktif yang dibagikan untuk menarik minat anggota.
-
Tersangka RM (41) – Berperan sebagai penyebar konten pornografi berupa gambar dan video hasil kompilasi dari berbagai sumber. RM dikenal aktif melakukan unggahan hampir setiap hari.
-
Tersangka SF (30) – Mengelola grup Suka Duka, yang disebut sebagai ‘grup kembar’ dari Fantasi Sedarah. Ia juga dikenal sebagai pembuat polling terkait fantasi seksual menyimpang di dalam grup.
-
Tersangka DA (25) – Berperan sebagai perekrut anggota baru. DA mencari target melalui media sosial dan mengajak bergabung secara pribadi, kemudian memberikan akses masuk.
-
Tersangka MN (38) – Sebagai editor konten, MN membuat ilustrasi visual berupa komik dan manipulasi foto yang menggambarkan hubungan inses, yang kemudian diposting ke grup oleh anggota lain.
Motif dan Jaringan
Menurut penyelidikan awal, motif keenam tersangka lebih cenderung pada kepuasan pribadi dan hasrat seksual menyimpang. Tidak ditemukan indikasi komersialisasi, namun penyebaran konten dilakukan secara masif dan sistematis. Polisi masih mendalami kemungkinan adanya jaringan lebih luas, termasuk pihak luar negeri yang terlibat.
Para tersangka dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Pornografi, serta pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berkaitan dengan kesusilaan. Mereka terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Imbauan Kepada Masyarakat
Kepolisian mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap aktivitas daring yang menyimpang. Orang tua juga diingatkan untuk mengawasi penggunaan media sosial oleh anak-anak dan melaporkan aktivitas mencurigakan kepada pihak berwajib.